Nama: Dhera agung dharmawan
Kelas : 11-IPS
Tugas: PKN (contoh kasus perdata di Indonesia dan
internasional)
Kasus Hukum
Perdata di Indonesia
PENYELESAIAN KASUS
SENGKETA TANAH DI MERUYA
Beberapa waktu yang lalu kasus
sengketa tanah menjadi headline sebagian besar media massa.
Salah satu yang hangat dibicarakan adalah kasus sengketa tanah Meruya antara
warga dengan PT. Portanigra. Kasus ini mencuat saat warga Meruya memprotes
keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan PT. Portanigra atas tanah
seluas 44 Ha. Kepemilikan berganda atas tanah tersebut berawal dari
penyelewengan Djuhri, mandor tanah, atas kepercayaan yang diberikan Benny
melalui Toegono dalam pembebasan di Meruya Selatan pada tahun 1972. Djuhri
menjual tanah itu kembali kepada pihak lain karena tahu pembelian tanah itu
melanggar aturan. Kemudian, Toegono memperkarakannya ke Pengadilan Negeri
Jakarta Barat dan pada akhirnya Djuhri divonis hukuman percobaan dengan
membayar 175 juta ditambah 8 Ha tanah. Pihak Portanigra belum menganggap
masalah ini selesai dan menggugat Djuhri kembali secara perdata ke Mahkamah
Agung. Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.
Sengketa tanah antara Djuhri dan
PT.Portanigra ternyata membawa dampak bagi pihak ketiga yaitu warga Meruya.
Mereka terancam kehilangan tanah dan bangunan. Sebagai pihak ketiga, seharusnya
memperoleh pertimbangan hukum. Hal tersebut sesuai dengan pasal 208 (1) pasal
207 HIR dan warga dapat menggugat kembali PT. Portanigra.
Menurut Prof. Endriatmo Sutarto,
ahli hukum Agraria Sekolah Tinggi Pertanahan Yogyakarta, pemerintah harus
menjadi penengah. Sebagai langkah awal, pemerintah harus meneliti ulang
kebenaran status kepemilikan tanah. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus
membenahi sistem administrasi dan lembaga kepemerintahan. Berdasarkan kasus ada
ketidakberesan dalam sistem administrasi di BPN. BPN mengeluarkan sertifikat
atas tanah sengketa. Begitupun MA, kronologis menunjukkan bahwa putusan MA No.
2683/PDT/G/1999 memiliki keganjilan karena batas-batas tanah Portanigra di
letter C masih belum jelas. Tampak adanya sebuah “permainan” di sana.
Pemerintah seharusnya membentuk badan peradilan agraria independen di bawah
peradilan umum layaknya pengadilan pajak, niaga, anak dll. Peradilan itu diisi
oleh hakim-hakim Adhoc yang bukan hanya ahli hukum tanah secara formal tetapi
memahami masalah tanah secara multidimensional. Peradilan tersebut dibentuk
berdasarkan UUPA 1960 dan UU No.4/2004 tentang kekuasaan kehakiman.
Kasus sengketa tanah Meruya merupakan kasus
rumit yang melibatkan banyak pihak. Penyelesaiannya dilakukan melalui jalur
hukum yang dilandasi keadilan dan akal sehat untuk mencapai win-win
solution, bukan dengan saling menyalahkan secra emosional. Kasus
pertanahan memiliki banyak dimensi social yang dipertentangkan, mulai dari
hubungan sosial, religi, ketidakberlanjutan komunitas masyarakat dan harga diri
serta martabat manusia (dignity) yang penyelesaiannya membutuhkan itikad
baik dari pihak bersengketa agar tidak menimbulkan gejolak kemasyarakatan.
Adanya kasus penyuapan di
dalam MA menunjukkan peradilan masih jauh dari harapan terwujudnya penegakkan
hukum yang adil dan obyektif. Hal tersebut disebabkan oleh sikap mental, akhlak
dan budi pekerti serta kepatuhan para pemegang kekuasaan terhadap hukum yang
masih kurang. Dampak secara langsung dirasakan oleh warga yang kehilangan hak
asasi manusia, hak memperoleh keadilan. Oleh karena itu, mereka mencari
keadilan dengan menggugat kembali PT. Portanigra melalui pengadilan. Sengketa
Meruya mencerminkan penegakkan HAM di Indonesia yang masih kurang.
Penyelesaian kasus sengketa tanah di Meruya
harus dilakukan melalui pengadilan yang berkeadilan. Keadilan diartikan sebagai
suatu seimbang , tidak berat sebelah atau tidak memihak. Berarti, azas keadilan
harus terpenuhi diantar pihak yang bersengketa yang meliputi;
- azas quality before the law yaitu
azas persamaan hak dan derajat di muka hukum.
- azas equal protection on the law yaitu
azas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan yang
sama oleh hukum.
- azas equal justice under the law yaitu
azas yang menyatakan bahwa tiap orang mendapat perlakuan yang sama di
bawah hukum.
Bila azas keadilan tidak terpenuhi
maka penyelesaiannya akan berlarut-larut seperti yang terjadi dalam kasus
Meruya, dimana warga tidak memperolah persamaan hak berupa pengakuan
kepemilikan tanah saat Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.
Dalam kasus sengketa tanah diperlukan peran
serta pemerintah untuk menyelesaikannya dengan akal sehat dan menggunakan
kaidah berpikir tepat dan logis. Kaidah berpikir tepat dan logis merupakan cara
berpikir sesuai tahap-tahap penalaran atau kegiatan akal budi. Prinsip akal
budi secara aspek mental meliputi pengertian (concept), putusan (judgement)
dan penyimpulan (reasoning). Sebagai langkah awal, pemerintah sebagai
penengah harus mengetahui permasalahannya secara detail dengan melekukan
penelitian lebih lanjut mengenai status kepemilikan tanah. Kemudian pemerintah
mengkaitkan antara hukum dengan fakta yang ada dan menyimpulkan kepemilikan
atas tanah di Meruya. Kaidah berpikir logis sangat penting dilakukan agar hasil
keputusannya dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Banyak pelajaran yang dapat diambil
dari kasus sengketa tanah di Meruya. PT.Portanigra sebagai perusahaan developer
melakukan kesalahan karena tidakmelakukan transaksi beli tanah sesuai aturan
dan tidak mengurus sertifikat pasca transaksi. Melalui kesalahan yang dilakukan
PT. Portanigra dapat diambil pelajaran bahwa sertifikat sangat penting sebagai
bukti kepemilikan tanah. Warga Meruya juga ikut melakukan kesalahan karena
mereka tidak berhati-hati dalam membeli tanah. Oleh karena itu, penting bagi
kita mengetahui status kepemilikan dan kondisi tanah secara detail. Lembaga
pemerintahan seperti BPN dan Mahkamah Agung juga melakukan kesalahan dalam
mengambil keputusan. BPN mengeluarkan sertifikat atas tanah bersengketa dan MA
memenangkan gugatan PT. Portanigra tanpa mempertimbangkan kelengkapan bukti
kepemilikan tanah yang dimiliki PT. Portanigra. Dalam kondisi ini, MA hanya
memandang sisi formalitas hukum antara individu atau komunitas dengan tanah
semata sehingga putusan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Oleh karena
itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan di lembaga
pemerintahan.
Kasus Hukum
Perdata Internasional
Gianni Versace
S.p.A melawan Sutardjo Jono.
1. Para Pihak
Para pihak yang
bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A, selaku penggugat yang
merupakan badan hukum yang didirikan menurut Undang-Undang Italia dan
berkedudukan di Italia. Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan pada tahun
1978 oleh seornag desainer terkemuka bernama Gianni Versace. Gianni Versace
S.p.A adalah salah satu perusahaan fesyen ternama di dunia. Perusahaan ini
mendesain, memproduksi dan mendistribusikan produknya yang berupa busana,
perhiasana, kosmetik, parfum dan produk fesyen sejenis.
Pada bulan September
2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan Sunland Group Ltd, sebuah
perusahaan terkemuka Australia membuka “Pallazo Versace”, yaitu sebuah hotel
berbintang enam yang terletak di Gold Coast Australia. Saat ini kepemilikan
Versace Group dipegang oleh keluarga Versace yang terdiri dari Allegra Beck
Versace yang memiliki saham 50%, Donatella Versace yang memiliki saham 20% dan
Santo Versace yang memiliki saham sebanyak 30%.
Saat ini Santo
Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella Versace merangkap
sebgaai Wakil presiden dan direksi Kreasi. Giannni Versace S.p.A selaku
penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada
produk-produk milik penggugat telah dilindungi oleh hukum Indonesia. Kemudian,
pihak tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang Warga Negara Indonesia yang
berkedudukan di Medan.
2. Kasus
Posisi
a)
Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek “VERSUS”, “VERSACE”, “VERSACE
CLASSIS V2” dan “VERSUS VERSACE’, yang mana Merek-Merek tersebut telah dipakai,
dipromosikan serta terdaftar di negara asalnya Italia sejak tahun 1989 dna terdaftar
pula di 30 negara lebih, sehingga Merek penggugat berdasarkan Pasal 6 ayat 1
Butir b Undang-undnag No.15 Tahun 2001 tentang Merek dikualifikasikan sebagai
Merek Terkenal, di mana Merek yang disengketakan adalah Merek penggugat yang
telah terdaftar pada kelas 9,18 dan 25.
b)
Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek “V2 VERSI VERSUS” yang
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek penggugat dan Merek milik
tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama dengan Merek-Merek milik
penggugat.
c)
Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak membonceng
keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat dapat menikmati
keuntungan ekonomi dengan mudah atas penjualan produksinya yang membonceng
Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya permohonan pendaftaran Merek
milik tergugat ditolak berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun
2001 tentang Merek.
Uraian posisi kasus
di atas menunjukkan bahwa kasus ini merupakan pemboncengan atas Merek Terkenal
yang dilakukan oleh warga negara nasional.
3. Putusan
Majelis Hakim
Pengadilan Niaga pada kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono
mengambil penafsiran persaingan curang berdasarkan ketentuan Penjelasan Pasal 4
Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek tanpa merujuk pada Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI No.426 pk/pdt/1994. Pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Niaga
mengenai persaingan curang adalah :
“ Menimbang bahwa
dari Penjelasan Pasal 4 tersebut berdasarkan penafsiran a
contario , terdapat 2 elemen penting untuk menentukan adanya itikad
baik yaitu :
-
Adanya niat untuk menguntungkan usaha pendaftar sekaligus merugikan pihak lain;
-
Melalui cara penyesatan konsumen atau perbuatan persaingan curang, atau
menjiplak atau menumpang ketenaran merek orang lain “
Selain pernyataan
mengenai permasalahan persaingan curang, lebih jauhnya Majelis Hakim memberikan
pertimbangan mengenai tindakan penyesatan konsumen sebagai berikut:
a) Penyesatan
tentang asal-usul suatu produk. Hal ini dapat terjadi karena Merek dari suatu
produk menggunaka Merek luar negeri atau ciri khas suatu daerah yang sebenarnya
Merek tersebut bukan berasal dari daerah luar negeri atau dari suatu daerah
yang mempunyai ciri khusus tersebut;
b) Penyesatan karena
produsen. Penyesatan dalam bentuk ini dapat terjadi karena masyarakat konsumen
yang telah mengetahui dengan baik mutu suatu produk, kemudian di pasaran
ditemukan suatu produk dengan Merek yang mirip atau menyerupai yang ia sudah
kenal sebelumnya;
c) Penyesatan
melalui penglihatan. Penyesatan ini dapat terjadi karena kesamaan atau
kemiripan dari Merek yang bersangkutan.
d) Penyesatan
melalui pendengaran. Hal ini sering terjadi bagi konsumen yang hanya mendengar
atau mengetahui suatu produk dari pemberitahuan orang lain”
Pertimbangan
mengenai tindakan penyesatan yang cukup rinci tersebut memang tidak terdapat
dalam Undang-Undang No.15 tahun 2001 tentang Merek maupun dalam Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI No.426/PK/PDT/1994. Interpretasi mengenai tindakan penyesatan
ini merupakan interpretasi ekstensif dari istilah menyesatkan konsumen yang
terdapat dalam Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 tahun 2001 tentang Merek.
Interpretasi terhadap istilah dalam undang-undang ini bukanlah menjadi tugas
Hakim semata, para ilmuwan sarjana hukum pun dapat melakukan interpretasi,
terutama bagi para pengacara yang mewakili kepentingan para pihak di
pengadilan. Boleh dikatakan bahwa setiap undang-undang perlu dijelaskan atau
ditafsirkan terlebih dahulu sebelum dapat diterapkan pada peristiwanya.
4. Analisis
singkat Putusan
Berdasarkan
kompetensi para pihak yang bersengketa di pengadilan, hal-hal yang dapat
dianalisis antara lain :
a)
Pihak penggugat yang berkewarganegaraan Italia merupakan unsur asing dalam
sengketa ini, dengan adanya unsur asing inilah permasalahan Hukum Perdata
Internasional timbul. Titik pertalian primernya adalah kewarganegaraan, yang
mana kewarganegaraan penggugat dan tergugat berbeda. Selanjutnya, titik taut
sekundernya adalah lex loci, yaitu hukum yang berlaku adalah hukum
Indonesia sesuai dengan tempat di mana kegiatan dagang atau industri tersebut
berjalan.
b)
Penggugat yang merupakan warga negara dari negara lain peserta Konvensi Paris
tentunya harus mendapat perlakuan yang sama seperti warga negara nasional
terhadap perlindungan atas persaingan curang, hal ini sesuai dengan klausul
timbal balik.
c)
Penggugat yang merupakan badan hukum berkewarganegaraan Italia ini dapat
menuntut halnya di depan pengadilan.
Kasus Hukum
Perdata di Indonesia
1 . Soal PK Susu
Berbakteri, Kejagung Tunggu Surat Kuasa Kemkes
Selasa, 22/02/2011
19:41 WIB
Jakarta –
Kementerian Kesehatan telah memutuskan mengajukan Peninjauan Kembali atas
putusan Mahkamah Agung tentang susu formula yang mengandung bakteri
Enterobacter Sakazakii dan menunjuk Kejaksaan Agung sebagai pengacara negara.
Kini, pihak Kejagung masih menunggu Surat Kuasa Khusus (SKK) untuk mengajukan
PK tersebut.
“Jadi sedang
disiapkan surat kuasa khususnya. Kita kan bertindak sepanjang surat kuasa
khusus tadi. Jadi mereka sedang mempersiapkan surat kuasa khusus,” ujar Jaksa
Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Kamal Sofyan, kepada
wartawan di Jakarta, Selasa (22/2/2011).
Pengajuan PK ini
akan dilakukan oleh pihak Jamdatun Kejagung sebagai Jaksa Pengacara Negara
(JPN) yang mewakili pihak Kemenkes. Dikatakan Kamal, JPN memiliki waktu selama
180 hari sejak putusan MA diterima, untuk mengajukan PK tersebut.
“Itu kan putusan
belum diterima, masih hanya foto kopi. Jadi masih ada waktu kita untuk
mengajukan PK,” tuturnya.
Kamal mengatakan,
pengajuan PK tersebut tidak akan menghalangi eksekusi putusan kasasi MA yang
meminta Kemenkes dan Badan POM untuk memublikasikan merek-merek susu yang
terkontaminasi bakteri tersebut. Namun, pihaknya masih bisa mengajukan
perlawanan terhadap eksekusi tersebut.
Kamal menjelaskan,
pihak Kemenkes telah memilih bukti baru (novum) yang menjadi dasar untuk
mengajukan PK ini. Dikatakan Kamal, pihak Kemenkes menilai ada pendapat mereka
yang tidak dimasukkan dalam pertimbangan hakim.
Novum yang dimaksud,
menurut Kamal, yakni kapasitas David Tobing sebagai pihak penggugat dalam kasus
ini. Dikatakan Kamal, pihak Kemenkes menilai David tidak memiliki kapasitas
untuk mengajukan gugatan, karena yang meminum susu formula tersebut adalah
anaknya.
“Kapasitas dia
(David) itu kan tidak untuk yang mengajukan, karena kan yang itu (minum susu
formula) kan anaknya. Karena kan anaknya diperhitungkan tahun sekian sudah
berumur sekian, sehingga tidak mungkin lagi ini,” ungkapnya.
Selain itu, menurut
Kemenkes, bakteri Enterobacter Sakazakii tersebut akan mati jika berada dalam
air bersuhu 70 derajat Celcius. “Dengan suhu 70 derajat itu, bakteri itu bisa
mati,” ucap Kamal
Kemudian, Kamal
menambahkan, bakteri ini bisa berasal dari mana saja dan tidak selalu dari
susu. “Tidak harus dari susu, dari tangan pun kalau tidak bersih bisa juga, atau
susu terletak lama bisa juga. Jadi tidak harus dari dalam susu itu,” ucap
Kamal.
Selain itu, belum
adanya korban dari Indonesia akibat bakteri ini juga akan menjadi salah satu
argumen dalam pengajuan PK ini. “Dan juga belum ada korban di Indonesia. Di
dunia pun ada cuma 40 (orang) dan juga belum yakin dari situ (susu formula yang
berbakteri),” tandas mantan Jaksa Agung Muda Pidana Umum ini.
2. Komnas HAM Siap Bantu Gugat Presiden Soal Penyerangan
Jemaat Ahmadiyah
Senin, 07/02/2011
16:02 WIB
Jakarta – Komnas
HAM mengaku tidak memiliki wewenang untuk membawa kasus penyerangan terhadap
jemaat Ahmadiyah ke meja hijau. Namun Komnas HAM siap membantu warga negara
yang hendak menggugat kasus yang menewaskan tiga orang itu.
“Karena kita ini
masih abu-abu, apakah punya kewenangan atau tidak, tapi kita cobalah nanti,”
kata Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim dalam jumpa pers di kantornya, Jalan
Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/2/2011).
Ifdal mengatakan,
siapa saja yang ingin menggugat peristiwa itu, dapat menggunakan hasil
penyelidikan Komnas HAM. Hasil penyelidikan itu nantinya dapat menjadi salah
satu bukti di pengadilan.
“Warga negara yang
menggugat itu bisa menggunakan hasil penyelidikan dari Komnas HAM,” kata Ifdal.
Menurut Ifdal,
mekanisme hukum yang bisa digunakan adalah citizen law suit. Meski tidak diatur
secara langsung dalam hukum Indonesia, namun mekanisme itu telah diterima oleh
pengadilan di Indonesia.
“Gugatan warga
negara untuk kasus TKI itu kan menang di pengadilan. Artinya mekanisme itu
tidak diatur secara implisit oleh hukum perdata kita tetapi dapat dilakukan
karena itu warga negara bisa menggugat Presiden atau pemerintah karena tidak
menjalankan kewajibanya,” kata Ifdal.
Sebelumnya, jemaat
Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, diserang secara sadis oleh
sekelompok massa. Tiga orang dari jemaat Ahmadiyah tewas dalam peristiwa
beringas itu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah didesak untuk
segera membereskan persoalan itu. SBY didesak menjamin keselamatan jemaat
Ahmadiyah.
3. Karena Tebang Pilih, Satgas Diminta Ditebang
Senin, 13/12/2010
14:44 WIB
Jakarta –
Berbekal Surat Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009, Satuan Tugas
Pemberantasan Mafia Hukum atau Satgas Antimafia Hukum, akhirnya terbentuk. Tim
ini diketuai Kuntoro Mangkusubroto, dan beranggotakan Denny Indrayana, Darmono,
Irjen Polisi Herman Effendi, Mas Achmad Santosa, serta Yunus Husein.
Satgas Antimafia
Hukum punya tugas membenahi masalah penanganan hukum yang selama ini banyak
dikeluhkan masyarakat. Selain itu Satgas juga menerima dan memproses dugaan
praktik mafia hukum berdasarkan pengaduan masyarakat maupun temuannya.
Belum dua minggu
bertugas, Satgas langsung membuat kejutan dengan melakukan sidak ke Rumah
Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, 10 Januari 2010. Yang jadi sasaran sidak
saat itu adalah sel Arthalita Suryani alias Ayin, terpidana kasus suap terhadap
Jaksa Urip Tri Gunawan.
Ayin selama ini
terkenal dengan julukan ratu suap. Julukan ini didapat setelah ia tertangkap
tangan oleh KPK saat memberikan uang suap USD 660.000 atau sekitar Rp 6,1
miliar kepada Jaksa Urip. Uang suap itu bertujuan untuk penghentian kasus
obligor BLBI Syamsul Nursalim agar kasusnya bisa beralih dari pidana ke perdata.
Sekalipun sudah
dipenjara, pamor Ayin sebagai ratu suap tetap melekat di dirinya. Dari hasil
sidak yang dilakukan Satgas terbukti sel yang dihuni Ayin tidaklah sepengap dan
sesempit yang dibayangkan banyak orang.
Di dalam, sel sang
ratu suap itu dilengkapi kulkas, teve, sofa, serta pendingin ruangan. Bahkan
saat disambangi Satgas, sang ratu sedang dikunjungi dokter pribadinya. Saat itu
Ayin sedang melakukan perawatan kecantikan.
Aksi sidak yang
dilakukan Satgas tersebut tentu saja mengundang apresiasi publik. Dugaan adanya
fasilitas wah bagi orang-orang tertentu bukan sekadar gosip atau kabar burung
belaka.
Sukses memergoki
fasilitas mewah di dalam sel Ayin, Satgas seolah menjadi tumpuan bagi
masyarakat yang ingin menuntut keadilan. Pengaduan demi pengaduan kemudian
berdatangan ke meja Satgas.
Dalam situsnya
Satgas Antimafia Hukum melaporkan telah menerima setidaknya 381 kasus. Beberapa
di antaranya adalah, dugaan mafia hukum dalam penanganan kasus pidana aparat
Ditjen Pajak, Gayus Tambunan, yang melibatkan beberapa pejabat Perpajakan,
Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Advokat dan Notaris.
Selain itu Sagas
juga menangani dugaan adanya rekayasa kasus dan penganiayaan terhadap Sukandhi
Sukatma alias Aan yang melibatkan anggota kepolisian, serta proses penegakan
hukum dalam kasus penggelapan pajak senilai 1,3 triliun oleh Asian Agri Group.
Namun sekalipun
telah menorehkan hasil yang positif perjalanan Satgas tidak selamanya mulus.
Beberapa persoalan kemudian muncul di tim itu. Misalnya masalah pertikaian
serius antara sesama anggota Satgas yang berbuntut ancaman mundur Inspektur
Jenderal Herman Effendi dari Satgas.
Mundurnya Herman
dari Satgas disebut-sebut karena tersinggung dengan ucapan Denny saat mengusut
suatu laporan. Dalam rapat internal itu Denny sempat mengeluarkan kata-kata
kepada Herman kalau ada anggota yang tak sepaham berarti dia adalah mafia.
Bukan hanya
persoalan konflik internal. Dari luar, Satgas ini juga banyak mendapat
kritikan. Tim khsuus yang hampir genap berusia satu tahun ini dianggap masih
tebang pilih terhadap kasus yang ditangani.
“Dalam kasus Aan,
mungkin Satgas telah berhasil. Tapi dalam kasus Gayus, Ayin dan Asian Agri,
Satgas belum bisa berbuat apa-apa,” ujar Koordinator Masyarakat Anti Korupsi
Indonesia (MAKI) Bonyamin Saiman.
Kegagalan Satgas
dalam kasus Gayus, bisa dilihat dari sikap Satgas yang ngotot ingin menyeret
nama Ketua Umum Golkar dan bos Grup Bakrie, Aburizal Bakrie dalam kasus
tersebut. Sementara perusahaan lainnya yang diduga juga menyetor uang ke Gayus
tidak dikejar.
Adapun dalam kasus
Ayin, Satgas hanya bisa melakukan sidak terhadap selnya di Pondok Bambu
sementara saat Ayin di pindah ke LP Wanita Tangerang Satgas tidak memantaunya.
Padahal diketahui saat di LP Tangerang Ayin sering keluar penjara dengan alasan
menengok ayahnya yang sedang sakit.
“Kenapa Satgas tidak
memonitor Ayin saat di Tangerang. Dan kenapa tidak menelusuri dari mana Ayin
dapat duit untuk menyuap petugas penjara. Sebab semua tahu kalau Ayin adalah
orang suruhan Syamsul Nursalim,” tandas Bonyamin.
Begitu juga dengan
kasus pajak Asian Agri. Sampai sekarang, ungkap Bonyamin, kasus Asian Agri yang
saat ini ditangani Kejaksaan Agung belum juga P 21. Padahal kasusnya sudah lama
mangkrak di Gedung Bundar.
Dikatakan Bonyamin,
dari kasus-kasus yang menjadi agenda prioritas Satgas seolah ada keinginan
memilah mana kasus yang dilakukan lawan politik atau teman politik.
“Kalau Bakrie
mungkin dianggap lawan politik sehingga Satgas selalu memantaunya. Tapi kalau
Asian Agri dan Syamsul Nursalim mungkin dianggap teman politik jadi tidak perlu
dipantau kasusnya,” terang Bonyamin.
Tudingan dan
kritikan semacam ini saat ini menjadi tantangan tersendiri bagi Satgas
Antimafia Hukum. Apalagi ada banyak kalangan yang menghendaki Satgas
dibubarkan. Namun sejauh ini Satgas sendiri tidak mau menanggapi
desakan-desakan itu.
Informasi yang
diterima detikcom, Satgas saat ini lebih memilih tidak mau terlibat polemik
terkait desakan pembubaran. Sebab Satgas hanya mengikuti arahan presiden. Apakah
mereka terus bekerja sampai setahun ke depan atau tugasnya cukup sampai akhir
tahun ini. Semua tergantung SBY.
Sumber :